Sastra Dalam Perspektif Islam

Perkelanaan memenjarakan bait

Mengeja setia hurup sang ilahi

Tetap timbul tak sedikitpun terjamahi

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَذَكَرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّانْتَصَرُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا ۗ وَسَيَـعْلَمُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْۤا اَيَّ مُنْقَلَبٍ يَّـنْقَلِبُوْن (QS. Asy-Syu’ara’ 26: Ayat 227) "Apakah akan aku beritahukan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun pada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang pendusta. Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidaklah kamu melihat bahwasannya mereka mengembara di tiap-tiap lembah. Dan bahwasannya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak menyebut nama Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali".

Sekilas apabila kita baca sepenggal ayat tersebut dengan pemahaman yang dangkal. Maka akan tersirtat keresahan dalam jiwa seorang penyair. Ayat di atas mengungkapkan bahwa betapa perlunya kehati-hatian dalam menulis sebuah puisi.Pada abad ke 6 masehi sebelum Baginda di utus kemuka bumi dijadikan sarjana (wisuda) menjadi nabi akhir zaman, terdpat banyak histori sastra di dataran Arab. Diantaranya mereka membuat dan menyembah patung dengan bacaan mantra indah baginya. Kemudian, mereka membaca syair/puisi yang di padukan dengan musik. Maka dapat kita lihat bahwa musikalisasi puisi bukanlah suatu sajian baru dalam dunia puisi melaiankan sajian yang kontemporer. Pada masa inipun sastra tersebut disebut sastra jahiliah. Namun seiring bertambahnya umur dunia yang kemudian melahirkan sosok bunga nan indah yang mampu mengerus peradaban yang baru menuju terang dalam Sukma illahi Robbi, beliau lah Baginda Rasulullah wanabiyuna Muhammad SAW.

Jelasnya kita lahir pada masanya Baginda agung yang indah dan mencintai keindahan masa keemasan dengan berbalut sutra banyak lahir seorang ulama-ulama besar banyak lahir seorang pakar-pakar yang mampu memperbaiki struktur tatanan sosial masyarakat. Apakah mungkin ketika kita lahir di masanya nabi Musa kita akan mencintai keindahan tentu kita pun akan sama terbawa arus dalam masanya itu yaitu masa dimana kita mencintai sihir mencintai dunia kegaiban jelas pada masanya nabi Musa ini yang pada saat itu di daerah dataran Bani Israil yang nyatanya masyarakat di sana mencintai sihir menyukai sihir. Tak jauh beda bagaimana ketika kita berada di masanya nabi Isa yang pada saat itu mencintai atau menyukai dunia tabib dilihat dari mukjizat yang diberikan kepadanya oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang mampu menghidupkan orang mati. Maka kita berada pada masanya Baginda  Nabi Muhammad SAW diberi mukjizat Al-Qur'an dengan bahasa yang sangat indah dan halus. maka tak heran dari dulu sampai sekarang pun daerah jazirah Arab orang-orang yang mencintai syair atau banyak penyair-penyair yang emang lahir atau sengaja mendidik diri di sana karena lahirnya sastra terbesar dunia berada pada tanah tersebut.

Pada masa khalifah Umar Bin Khatab, setiap puisi yang bagus dan menggugah keimanan dipajang di dinding ka'bah. Saidina Ali pernah pernah berkata’ kalau ingin anakmu cerdas ajari dia sastra’ Ungkapan dari sahabat Nabi Muhammad SAW ini menunjukkan bahwa bahasa sastra punya nilai rasa yang tinggi. Dari beberapa buku yang penulis baca bahasa sastra selain bernilai estetika juga berpengaruh terhadap kehidupan, baik individu maupun kelompok. 

Perkembangan sastra Indonesia bermuara pada dimulainya peradaban bahasa Melayu. Dengan munculnya tokoh tokoh seperti Hanzah Al -Fansuri sebagai penyair yang mendunia khususnya Asia Tenggara. Pujangga asal Aceh ini telah meletakkan dasar -dasar perpusian Indonseia lewat sayairnya yang terkenal yaitu ‘ Syair Perahu’. kita mungkin akan sangat sulit menemukan syair-syair beliau atau sekedar kita mencari manuskrip hasil karangan beliau. sosok pujangga ini yang tak lain sosok ulama besar dari daerah Aceh, mendidik diri di tanah Arab Saudi kebanyakan apa yang menjadi hasil karyanya dibakar oleh rivalnya yaitu Nuruddin Ar Raniry Ketua Majelis Ulama pada masa kerajaan Iskandar Muda menganggap semua karya Hamzah Al -Fanzuri mengandung kesyirkan. Akhirnya, ulama Aceh kelahiran Agra ( India) membakar semua karya hebat milik sang pujangga dunia. 

Maka dengan segala kedhoif an penulis saya suguhkan hidangan manis dari sang pujangga.

Inilah gerangan suatu madah mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.

Dari penggalan syair di atas indah bukan kita ketika beliau membandingkan manusia dengan sebuah perahu atau hikayat manusia dengan sebuah perahu. Syair yang begitu indah ini menggugah para maestro untuk sekedar mengkaji secara ilmiah maupun dalam berbagai judul untuk bahan skripsi di universitas terkemuka.
Selanjutnya, ada juga gurindam dua belas yang dipelopori oleh seorang ulama dari Riau, Raja Ali Haji dengan karya terkenal Gurindam Dua Belas. Kedua karya hebat milik pujangga terkenal membuktikan bahwa sastra Indonesia dibentuk dan dipengaruhi oleh sastrawan Islam dan karyanya lewat bahasa melayu sebagai medium penyampaiannya. Hamka (1963) dan Hamid (1984) : Sastra melayu Islam adalah karya sastra yang menghargai wahyu. Bagi sastra melayu kegiatan sastra tak mungkin terwujud tanpa sandaran kepada moral Islam, sebab sastra yang lahir tanpa kaidah moral (aqidah) akan menjadi sastra yang liar dan dapat membahayakan akal-budi manusia.

Dalam pandangan penulis menelaah dari postingan puisi dalam sastra maya selama ini telah menyeret pembaca dalam halusinasi tingkat tinggi. Penulis tidak menyangkal bahwa banyak penyair yang memposting dan menelaah puisi berlatar belakang tasawuf. Mengingat pembaca satra maya kebanyakan para pemula dengan sumber daya intelektual dan status sosial yang beragam perlu kiranya dicarikan diksi yang transparan dan mudah dicerna oleh pembaca. Penulis beranggapan bahwa ilmu tasawuf dalam Islam adalah pagar untuk membetengi tauhid, fikih dan syariah. Jadi fikih, tauhid dan syariah adalah tanaman dalam perkarangan tasawuf.

Simpulan:
Ternyata Islam sebagai agama rahmatan lilalamin berperan besar dalam perkembangan sastra dunia khususnya di Indonesia. Setiap kreativitas kebahasan dalam berpuisi islam memberikan keluasan dan kebebasan. asal tidak bertentangan dengan nilai tauhid yang dianut. Kreativitas berpuisi dalam islam lebih mulia jika dijadikan sebagai media dakwah dalm menyapaikan risalah dan syiar-syiar keislaman.

Bandung, 5 Mei 2020

Oleh: Ahmad Kurniawan Al-Abshori


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer