KARTU PRAKERJA KELUAR DARI KONSEP DAN TUJUAN AWAL


Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan program Kartu Prakerja sejak era kampanye Pilpres 2019, atau jauh sebelum pandemi virus corona atau Covid-19 mewabah di Indonesia. Mulanya, program ini bertujuan untuk menambah keterampilan calon pekerja, pekerja korban PHK, dan yang ingin alih kerja dengan kuota 2 juta orang.

Gagasannya, mereka yang ingin menjadi peserta diberi keterampilan dengan pelatihan secara tatap muka dengan biaya yang ditanggung negara. Bahkan, peserta akan diberi 'ongkos' selama periode pelatihan. Siapa yang mau menambah keahlian, tinggal daftar lalu ikut pelatihan yang dibiayai negara dan dapat uang dari negara.

Namun, pandemi corona yang menyerang sejak Maret lalu justru memunculkan gelombang PHK. Pemerintah pun ingin agar program ini tetap bisa jalan, bahkan menjadi salah satu jaring pengaman nasional untuk para korban PHK.

Format dan perhitungan anggaran program pun diubah. Anggaran biaya pelatihan sebesar Rp3 juta-Rp7 juta per peserta akhirnya sebagian dialihkan ke insentif. Hanya tersisa Rp1 juta untuk biaya pelatihan tiap peserta.

Sementara insentif peserta dilipat gandakan dari Rp500 ribu menjadi Rp2,55 juta per peserta. Maka secara total, masing-masing akan mendapat pagu Rp3,55 juta.

Kendati memangkas anggaran biaya pelatihan, namun total dana yang diberikan sejatinya meningkat dua kali lipat, dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Sebab, 

Mekanisme pun harus diubah dari semula pelatihan fisik (offline) menjadi dalam jaringan (online) melalui paket-paket pembelajaran.

Paket tersebut diunggah di situs resmi mitra kerja pemerintah, yaitu Skill Academy oleh Ruangguru, perusahaan rintisan (start up) di bidang pendidikan.

Selain itu, juga melibatkan beberapa start up lain, seperti MauBelajarApa, Pintaria, Sekolah.mu, Pijar Mahir, Bukalapak, Tokopedia, dan OVO. Tak ketinggalan para mitra pemertinah seperti Sisnaker dan BNI.

Masalahnya, menurut Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, mekanisme ini justru tidak efektif dan menimbulkan pemborosan bagi anggaran negara.

Ujungnya, ia melihat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan untuk membantu masyarakat di tengah pandemi corona hanya masuk ke 'dompet' ke ekosistem start up.

Tauhid mengatakan ada beberapa pertimbangan. Pertama, pada dasarnya mekanisme daring tidak efektif untuk program ini. Sebab, pendidikan online sejatinya lebih cocok untuk pelajar, sementara program ini menyasar para pekerja, sehingga seharusnya melalui keterampilan secara praktik. Oleh karena itu, program Kartu Prakerja seharusnya tetap dibuat berupa pendidikan keterampilan fisik secara tatap muka.

Masalahnya, kedua, pendidikan keterampilan fisik tidak bisa diberikan saat ini di tengah pandemi corona. Hal ini karena ada ketentu aktivitas dari rumah dan jaga jarak fisik.

Ketiga, Tauhid pun ragu bila selesai mengikuti kelas, para peserta akan memiliki keterampilan yang nanti bisa bermanfaat di dunia kerja. Toh, lagi-lagi kelas yang diberikan lebih banyak berorientasi ke manajamen diri, bukan penambahan keterampilan berdasarkan teori dan praktik.

Misalnya, bagi pengemudi ojek online (ojol), maka lebih tepat menyasar ke keterampilan otomotif atau kalau mau alih kerja, langsung cara membangun bisnis.

Sementara yang ditawarkan di situs pendidikan adalah paket yang terdiri dari kelas perencanaan keuangan untuk pekerja harian lepas dan customer service mengenai penguasaan teknik pelayanan terbaik.

Sisanya, berupa percakapan bahasa Inggris dasar dengan konsumen dan kelas teknik mengelola stres agar kerja tetap produktif. Kemudian, manajemen waktu agar kerja lebih produktif dan tenang di hari tua dengan dana pensiun.

Pemborosan Uang Negara

Keempat, ada pemborosan dan ketidaktepatan sasaran anggaran. Dari yang semula dimaksudkan untuk masyarakat sebagai bantalan di tengah gelombang PHK justru masuk ke para start up.

ada sejumlah paket pendidikan yang ditawarkan.

Ruangguru, misalnya, menawarkan 19 paket kelas online dengan harga Rp1 juta per paket dengan jumlah 5-6 kelas. Namun, kelas online itu juga ditawarkan secara terpisah sebanyak 15 kelas.

Penawaran kelas daring termurah, yaitu menentukan badan usaha untuk pebisnis perumahan dan UMKM seharga Rp150 ribu dan termahal kelas TOEFL seharga Rp599 ribu.

Sedangkan Pintaria menawarkan 26 kelas dengan harga tertinggi Rp700 ribu untuk kelas pengelola acara profesional. Lalu yang termurah Rp299 ribu untuk kiat sukses jualan di Bukalapak bagi pemula serta Rp300 ribu untuk kiat jualan di media sosial.

Ada lagi, MauBelajarApa menawarkan sejumlah kelas dengan harga yang lebih beragam. Misalnya, kelas termahal seharga Rp950 ribu untuk belajar strategi pemasaran yang memenangkan hati milenial dan Rp1 juta untuk lima sesi belajar design thinking untuk manajemen staf bisnis.

Sementara yang termurah sekitar Rp150 ribu untuk belajar memulai bisnis yang sukses dan Rp200 ribu untuk kelas pembuatan laporan keuangan.

Start up Pijar Mahir menawarkan kelas dengan harga yang lebih murah, mulai dari Rp75 ribu untuk cara mengetahui bisnis sehat atau tidak hingga Rp300 ribu untuk cepat menguasai aplikasi excel tingkat lanjut.

Terakhir, Sekolah.mu menawarkan kelas dengan harga mulai dari Rp150 ribu untuk sukses karier dengan menjalin relasi hingga Rp1 juta untuk kelas teknik fotografi menggunakan ponsel untuk jualan online. Seluruh biaya kelas pelatihan ini dibebankan per peserta.

Modal Si Pengangguran

Terkait dengan pelatihan berbasis internet, Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan pemerintah harus memisahkan fungsi jaring pengaman sosial dan peningkatan kualitas SDM di Kartu Prakerja. Apalagi, sasaran peserta dilakukan secara acak.

Terpisah, Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky menyatakan pemerintah tidak memberikan biaya atas jasa penyelenggaraan program ke para mitra kerja pemerintah.

Anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk Program Kartu Pra Kerja tidaklah sedikit. Oleh karena itu, kami merekomendasikan beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan kebijakan agar program ini dapat berjalan lebih optimal dan efisien yaitu: 

pertama, peningkatan produktivitas tenaga kerja yang akan dilakukan harus lebih memperhatikan kondisi tenaga kerja Indonesia yang umumnya didominasi oleh pendidikan yang rendah. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas SMK dengan mengoptimalkan BSNP untuk mengevaluasi kurikulum yang sesuai kebutuhan pasar kerja. 

Kedua, peningkatan lapangan pekerjaan. Dalam NK RAPBN tahun 2020 disebutkan beberapa sektor yang menjadi perhatian pemerintah yaitu coding, data analytics, desain grafis, barista, agrobisnis, Pariwisata, olah raga, hingga operator alat berat. Oleh 
karena itu, pemerintah diharapkan akan membuka lapangan kerja yang terkait dengan sektor-sektor yang telah disebutkan sehingga dapat menyerap penerima manfaat lebih optimal. 

Ketiga, rencana pemberian insentif bagi para penerima manfaat kartu pra kerja perlu memperhatikan konsep keadilan bagi penerima manfaat kartu pra kerja dan para pekerja khususnya para pekerja dengan 
upah minimum (buruh). 

Keempat, revitalisasi BLK dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pelatihan sesuai dengan kebutuhan kerja dan penambahan jumlah instruktur serta dapat dilakukan dengan pemberian insentif kepada perusahaan yang memberikan pelatihan. 

Kelima, pemerintah harus menjalin komitmen dan kolaborasi yang baik dengan berbagai sektor. Pemerintah harus semakin melibatkan perusahaan untuk turut serta melakukan pelatihan-pelatihan dan menyerap tenaga kerja yang telah mendapatkan pelatihan. Serta persiapan dalam pembangunan infrastruktur TIK yang memadai sehingga pelatihan melalui 
platform digital dapat berjalan dengan optimal.

Sumber :
CNNindonesia 
buletin APBN

Komentar

Postingan Populer