Tolak RUU omnibuslaw cipta lapangan kerja (CILAKA)

Rezim pemerintahan saat ini terus menunjukkan loyalitas pengabdiannya kepada kapitalis monopoli Internasional (Imperialis) dengan memberikan pelayanan maksimal melalui lahirnya berbagai kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang memberikan super kemudahan dan fleksibiltas dalam segala hal untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) dan tenagakerja (buruh) Indonesia dalam meraup keuntungan (super provitnya), serta terus menambah beban derita bagi rakyat, yang terbaru adalah melalui RUU omnibus law cipta kerja.
Dalam pidato kenegaraan presiden di seratus hari kerja jokowi akan memberikan kado pahit bagi masyarakat indonesia dengan memengkas beberapa regulasi perundang-undangan yang berjumlah 79  yang mengatur diantaranya; penyederhanaan perizinan, ketengakerjaan, investasi, penggadaan tanah, UMKM, kemudaahan berusaha, kawasan ekonomi, proyek strategis nasional dsb akan di gabungkan dalam satu regulasi perundang undangan (tematik) melalui konsep omnibus law cipta kerja.  Konsep hukum omnibus law merupakan barang baru bagi negara yang menganut pakem hukum eropa continental seperti indonesia.
Saat ini draft RUU omnibuslaw tentang cipta kerja telah diserahkan oleh pemerintah terhadap DPR-RI yang akan dibahas di bulan maret 2020, dalam proses penyusunan drft RUU tersebut sudah tercium unsur tidak partisipatif dan transparan yang sudah jelas telah mencederai prosedur pembentukan perundang-undangan. Selain itu juga satgas pembentukan RUU tersebut di gawangai langsung oleh pengusaha, pemerintah dan perwakilan dari perguruan tinggi akan tetapi tidak ada satupun organisasi atau serikat Buruh dan tani atau masyarakat sipil lainnya yang masuk dalam satuan tugas. 
Mimpi besar pemerintah membuka lapangan pekerjaan melalui penerapan RUU Cipta Kerja dengan menyederhanakan perizinan, meningkatkan investasi yang berkualitas dan pemberdayaan UMKM justru akan menjadi mimpi buruk bagi klas buruh dan masa depan pemuda dan mahasiswa indonesia. penyederhanaan Perizinan berusaha yang hanya cukup satu pintu oleh pemerintah pusat semakin mengkebiri kewenangan pemerintah daerah secara tidak langsung menghilangkan asas desentralisasi atau otonomi pemerintah daerah. 
PC. PMII Kota Bandung memandang; perjuangan reformasi 98 yang memakan korban puluhan nyawa dan tumpahan darah  oleh ribuan mahasiswa termasuk PMII terlibat dalamnya saat itu, salah satunya menuntut menghilangkan sentralisme kewenangan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. dengan asas otonomi daerah (desentralisasi) sebagai jawaban dari penyalahgunaan kewenangan pemerintah pusat terhadap daerah pada setiap aspek. Rencana Pemerintah saat ini melalui penyederhanaan perizinan yang tertuang dalam RUU Omnibuslaw cipta kerja secara tidak langsung mencederai asas otonomi daerah sebagai pilar kebangsaan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dalam klaster ketenagakerjaan RUU Omnibuslaw cipta kerja akan ada tiga bagian terdampak diantaranya; UPAH, PHK dan Perlindungan Pekerja serta Perluasan lapangan pekerjaan. 
RUU omnibus law cipta kerja semakin memperjelas dan memperkuat TKA (tenaga kerja asing), TKA yang sebelumnya hanya berkedudukan sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. RUU ini akan melegitimasi dan melibatkan  TKA berkedudukan dan menjadi anggota direksi atau komisaris, pegawai diplomatik, kegiatan pemeliharaan mesin, vokasi, start-up, kunjungan bisnis dan penelitian jangaka waktu tertentu penjabaran tersebut tertuang dalam pasal 42 draft RUU Cipta kerja.
RUU ini juga mempunyai sepirit fleksibelitas dalam menjalankan hubungan kerja, pasal 56 yang menjelaskan tentang  penerapan perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Artinya pekerjaan waktu tertentu atau kontrak (outsourcing)  akan diterapkan disemua jenis pekerjaan dan tidak ada batasan waktu, sehingga sistem kontrak bisa dilakukan seumur hidup Sehingga peluang untuk menjadi pekerja tetap semakin kecil, Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin besar dilakukan dengan alasan habis kontrak serta Penghapusan jaminan sosial bagi PHK (uang pesangon) tidak akan lagi didaptkan karena hanya berlaku bagi pekerja tetap. Pemilik perusaahan juga akan mudah melakukan PHK dengan alasan efesiensi karena selesainya pekerjaan waktu tertentu atau order pekerjaannya telah habis.
Perempuan akan mengalami ketertindasan yang berlibat ganda ketika RUU ini telah diketuk palu. selain perempuan masih tertindas dengan budaya patriarki yang masih mendominasi negera indonesia, perempuan yang  juga akan mengalami ketertindasan dalam dunia kerja dengan di hapuskannya cuti haid dan melahirkan. Haid dan melahirkan sutu kodrat yang dialami oleh seluruh perempuan tetapi perusahan pemilik modal malah mengesampingkan kodrat seorang perempuan. Apabila perempuan tidak bekerja dengan alasan cuti haid dan melahirkan maka secara tidak langsung tidak akan mendapatkan upah dan tidak dibayar dari hasil keringat yang telah dikeluarkan untuk bekrja.
Praktek  politik upah murah akan semakin dilegitimasi melalui RUU ini, dalam pasal 88b upah ditentukan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil. Satuan waktu dan satuan hasil tidak dapat menjamin kebutuhan hidup pekerja dalam hal penerimaan upah apakah penerimaannya bisa mencukupi kebutuhan hidup pekerja?
dengan di hapusnya Upah minimum kota/ kabupaten (UMK) serta Upah minimum sektor kota/kabupaten (UMSK) hanya dengan  mengunakan upah minimum provonsi (UMP) dalam penentuan pengupahan yang akan diterapkan oleh gubernur. Selain itu rumusan kenaikan upah tidak lagi menghitung pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi ekonomi, rumus kenaikan upah hanya menghitung pertumbuhan ekonomi di setiap daerahnya sebagai acuan kenaikan upah, hal itu semakin menjauhkan dari kata upah layak nasional. Artinya jika kita bandingkan pertumbuhan ekonomi di setiap daerahnya tidak terjadi pemerataan dan berbeda sedangkan biyaya kebutuhan hidup yang sama hal itu menimbulkan disparitas dan jauh dari kata keadilan  sosial bagi seluruh warga negara indonesia.
untuk itu PC. PMII Kota Banndung bidang eksternal menilai bahwa RUU omnibuslaw cipta kerja bukan merupakan jawaban atas situasi ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan bangsa yang semakin terpuruk. RUU ini juga tidak sesuai dengan ajaran islam ahlulsunnah wal jamaah yang selalu mengedepankan prinsip-prinsip ta’adul (keadilan) dalam prakteknya dan tidak perpedoman dalam nilai-nilai al-hurriyah (kemerdekaan) memerdekakan pemuda, mahasiswa, klas buruh dan kaum tani atas krisis panjangyang dialami.
Problem  pemuda dan mahasiswa atas jaminan lapangan pekerjaan dan hidup layak di hari esuk yang lebih baik semakin terpuruk jikalau RUU ini ditetapkan oleh pemerintah dan DPR. Karena isi dari setiap pasalnya tidak ada satupun yang menjadi jawaban atas jaminan pekerjaan layak tetap, waktu kerja dan kepastian kerja bagi mahasiswa sebagai tentara kerja baru. 
Maka atas nama keadilan, pemerintahan saat ini yang terus mengeluarkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat dan menindas kaum buruh, pemudan mahasiswa dan kaum tani terus memberikan pelayanan terbaik dan kemudahan investasi kepada borjuasi komperador dan tuan tanah sebagai agen kapitalis asing di dalam negeri. 

Komentar

Postingan Populer